|
Foto: deviantart.com |
Apa
yang terlintas di pikiran kalian saat mendengar istilah “kekerasan seksual”?
Banyak dari kalian mungkin dengan cepat menjawab perkosaan. Tidak salah, sama
sekali tidak. Namun, saat kita menyoal kekerasan seksual, ternyata jawaban di
atas tidak cukup mumpuni, lho...
Jadi, kekerasan seksual
itu apa, sih?
Kekerasan
seksual adalah suatu perilaku yang mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
seks baik berupa kata-kata sampai perbuatan yang tidak disetujui oleh
korbannya, merendahkan korbannya, atau memanfaatkan korbannya. Kekerasan
seksual dapat berupa kata-kata atau candaan (humor) porno, memperlihatkan
bagian tubuh atau gambar porno, menyentuh bagian tubuh, sampai dengan memaksa
melakukan hubungan seksual (Lazzarini, 2013).
Dalam hukum Indonesia,
kekerasan seksual seperti perkosaan tercantum dalam KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana) dan dipandang sebagai pelanggaran terhadap kesusilaan. Adapun
Komnas Perempuan (2013), dengan berdasar pada pengalaman para penyintas,
menyerukan agar kekerasan seksual dimaknai sebagai:
- pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) yang berakar pada diskriminasi berbasis gender;
- tindakan
seksual, atau percobaan untuk mendapatkan tindakan seksual, atau ucapan yang
menyasar seksual, atau tindakan untuk memperdagangkan atau tindakan yang
menyasar seksualitas seseorang yang dilakukan dengan paksaan, intimidasi,
ancaman, penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, atau
dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang koersif, atau atas seseorang
yang tidak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya;
-
tindakan yang bersifat
seksual itu tidak terbatas pada penyerangan fisik kepada tubuh seseorang dan
dapat termasuk tindakan-tindakan yang tidak melibatkan penetrasi ataupun kontak
fisik.
Merujuk
pada penjelasan di atas, jelas bahwa menyoal kekerasan seksual, tidak memulu
hanya bicara mengenai perkosaan. Bahkan, Komnas Perempuan hingga kini telah
menemukan 15 bentuk dari kekerasan seksual. Berikut bentuk-bentuk kekerasan
seksual tersebut:
- Perkosaan;
-
Intimidasi seksual termasuk ancaman atau
percobaan perkosaan;
-
Pelecehan seksual;
-
Eksploitasi seksual;
-
Perdagangan perempuan untuk tujuan
seksual;
-
Prostitusi paksa;
-
Perbudakan seksual;
-
Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai
gantung;
-
Pemaksaan kehamilan;
-
Pemaksaan
aborsi;
-
Pemaksaan
kontrasepsi dan sterilisasi;
-
Penyiksaan
seksual;
-
Penghukuman
tidak manusiawi dan bernuansa seksual;
-
Praktik
tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan;
- Kontrol
seksual, termasuk melalui aturan diskriminatifberalasan moralitas dan agama.
Di mana saja, sih, kejahatan seksual itu kerap
terjadi?
Kekerasan seksual dapat
terjadi pada siapa pun. Seseorang dengan identitas Lesbian, Biseksual, dan
Trangender (priawan) pun nyatanya tak luput dari kejahatan ini. Berdasarkan
data dari komnas perempuan (2013), tindak kejahatan ini dapat terjadi di semua
ranah. Adapun ranah yang dimaksud, yaitu:
- Ranah
personal, yakni tindak kekerasan dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan
darah, seperti ayah, kakak, adik, paman, kakek; kekerabatan; perkawinan; maupun
relasi intim (pacaran) dengan korban.
- Ranah publik, yakni tindak kekerasan
dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan darah, kekerabatan,
perkawinan, maupun relasi intim dengan korban. Dengan kata lain, tindak
kejahatan tersebut bisa jadi dilakukan oleh tetangga, guru, teman atau atasan
kerja, tokoh masyarakat, atau bahkan orang yang tidak dikenal.
- Ranah
Negara, yakni tindak kejahatan yang dilakukan oleh aparatur negara dalam
kapasitas kerjanya, seperti polisi.
Diantara
ketiga ranah di atas, korban kekerasan seksual terbanyak terdapat dalam ranah
personal, lho... Dengan demikian,
pandangan bahwa rumah sebagai tempat paling aman jelas terbantahkan. So, tetap waspada, yah...
Glosarium:
·
Penyintas : korban yang melalui
peristiwa traumatis dan berhasil bangkit
·
Koersif : bersifat atau berkenaan dengan koersi.
·
Koersi : 1 Sos bentuk akomodasi yg
prosesnya dilaksanakan dng menggunakan tekanan sehingga salah satu pihak yg
berinteraksi berada dl keadaan lemah dibandingkan dng pihak lawan; 2 Kom
sistem komunikasi yg menggunakan paksaan dan kekerasan
Referensi:
Gumarawati,
N. A., Hasyim, W., Hidayat, E., Ika, N., Kristiana, A., Lazzarini, V., dkk.
(2009). Lepas dari kekerasan dalam rumah
tangga: Panduan untuk menolong diri sendiri. Jakarta: Yayasan Pulih.
Lazzarini,
V. (2013). Siapapun bisa jadi pendengar
tetapi seorang sahabat bisa mendengar yang tidak bisa kau ucapkan. Jakarta:
Yayasan Pulih.
Dimuat juga dalam website:
ardhanaryinstitute.org